Custom Search

Partai Golkar: Pemberian FPJP Melanggar Aturan

BEKASI-JAKARTA

Fraksi Partai Golkar memenuhi janjinya untuk membuka nama-nama yang bertanggungjawab atas proses `bail out` (penggelontoran dana talangan) atas Bank Century senilai Rp6,7 trilyun, malahan menyatakan telah terjadi pelanggaran hukum dalam proses pemberian FPJP.

Hal itu dinyatakan fraksi nomor dua terbesar di DPR RI melalui jurubicaranya, Ade Komaruddin, pada Rapat Pleno Pansus Angket Kasus Bank Century, yang dipimpin ketuanya, Idrus Marham, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa malam.

"Fraksi kami juga menilai, adanya keterlibatan BO selaku Gubernur Bank Indonesia (BI) yang berperan memerintahkan pencarian FPJP. Juga ada indikasi Ketua KKSK, SNI tidak menyampaikan informasi sedikit pun tentang proses penyelamatan Bank Century (BC). Malah, ada manipulasi informasi dari yang bersangkutan yang juga Menteri Keuangan (Menkeu) kepada Wakil Presiden (Wapres) selaku `acting` Presiden RI pada waktu itu," tandasnya.

Terkait dengan itu, Ade Komaruddin mengungkapkan, telah terjadi indikasi penyimpangan yang terus berlanjut dalam proses penyelamatan BC.

Buka Kepanjangan Inisial

Fraksi Partai Golkar memang semula hanya menyebut inisial nama-nama para pejabat Bank Indonesia, KKSK, LPS dan Bank Century serta pihak lainnya yang diduga bertanggungjawab atas proses `bail out` BC.

Tetapi pada akhir pembacaan pandangan dan kesimpulan akhirnya, Ade Komaruddin membuka kepanjangan inisial-inisial sebagai singkatan nama-nama dari para pejabat atau oknum yang diduga terindikasi kuat bertanggungjawab, dan karenanya harus diproses (hukum) lebih lanjut.

"Nomor satu, BO itu Boediono. SNI adalah Sri Mulyani. Kemudian MSG Miranda Gultom. Sedangkan AP, Aulia Pohan, AN Anwar Nasution," ungkapnya.

Ade Komaruddin juga membacakan beberapa inisial lain, lengkap dengan kepanjangan namanya, seperti Sabar Anton Tarihoran, Darmin Nasution, dan Rujito.

Memulai pembacaan pandangan dan kesimpulan akhirnya pada pukul 22.05 WIB, Ade Komaruddin atas nama fraksinya juga menyorot kritis proses penetapan bank gagal berdampak sistemik.

"Menetapkan Bank Gagal Berdampak Sistemik (BGBS) dilakukan terlebih dulu, kemudian barulah dicari variabel-variabel pendukungnya.Padahal, BC ini tidaklah pantas dikategorikan sebagai bank gagal berdampak sistemik, hanya karena diduga di sana ada nama-nama `beken` sebagai nasabah atau pemegang rekeningnya," tandasnya.

Tegasnya, demikian Ade Komaruddin, penetapan KSSK tentang BC merupakan BGBS itu tidak didukung argumentasi yang kuat serta tidak akuntabel.

"Jadi, penetapan bank berdampak sistemik tidak tepat," tegasnya lagi.

Fraksi Partai Golkar juga mengeritisi tidak ditegakkannya pelaksanaan `good goveranance`, seperti tak diterapkannya transapransi serta akuntabilitas dalam penanganan penyelamatan BC tersebut.

"BI tidak transparan dan tak akuntabel dalam proses akusisi, merger hingga penyelamatan BC.Ini semakin diperparah oleh lemahnya pengawasan BI atas BC," ujarnya.

Tindak Pidana Korupsi

Secara khusus, demikian Ade Komaruddin, Fraksi Partai Golkar menunjuk pejabat-pejabat kunci yang bertanggungjawab dan harus ditindak atau diproses hukum lebih lanjut, terutama BO, dan SNI.

Ia juga menjelaskan, dalam proses penyelamatan BC tersebut, pihaknya menemukan beberapa pelanggaran, sehingga layak disebut ranah korupsi.

Pertama, demikian Ade Komaruddin, ada upaya melakukan tindakan melawan hukum.

"Partai Golkar juga menduga ada upaya pihak-pihak tertentu yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Dan ini terindikasi kuat dapat merugikan keuangan negara," tandasnya.

Fraksi anggota koalisi pemerintah ini pun berulang kali menyebut banyak nama yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus BC, mulai dari pemilik Bank CIC, manajemen Bank Century (lama maupun baru), Pejabat BI dalam periode proses penyelamatan Bank Century.

Selanjutnya, beberapa rekomendasi penting pun diajukan fraksi ini, antara lain, telah ditemukan adanya indikasi tindak pidana umum, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi oleh pejabat-pejabat di LPS, BI dan KKSK.

Selain itu, Fraksi Partai Golkar juga mendesak kepada pemerintah bersama dengan DPR RI agar segera melakukan harmonisasi pengelolaan sistem keuangan negara.

"Juga perlunya menindaklanjuti rekomendasi panitia angket ini dengan membentuk tim pemantau pelaksanaan rekomendasi," kata Ade Komaruddin lagi.(Antara)



http://bekasijakarta.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment

 
Custom Search