BEKASI-JAKARTA
Kriteria suatu bank dapat dikategorikan berdampak sistemik tidak dinyatakan secara eksplisit dalam Undang-undang. Tidak dinyatakan kriteria ini secara eksplisit disebabkan 2 alasan utama yaitu :Berpotensi menimbulkan moral hazard
Memanfaatkan celah hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain merupakan perilaku yang sering di dunia bisnis apabila tidak diatur dan kelola sebaik-baiknya. Keterbukaan kebijakan sangat penting tetapi keterbukaan yang berlihan bagaimanapun juga dapat berbahaya. Bagi seseorang yang merasa terdesak akibat kegiatan usaha yang tidak menguntungkan bukanlah sesuatu yang mustahil bagi mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang nekad untuk memanfaat semua keadaan demi keselamatan usahanya atau ke luar dari bisnisnya dengan cara-cara yang kurang wajar dan merugikan pihak lain.
Demikian halnya dengan di dunia perbankan, Jika semua bank tahu tentang kriteria berdampak sistemik, dikhawatirkan bank-bank itu akan dengan sengaja mengkondisikan diri masuk ke kriteria “berdampak sistemik” agar bisa minta bantuan pemerintah. Hal ini dapat mendorong manajemen bank tidak berhati-hati (prudent) dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Ini adalah bentuk dari moral hazard.
Pengukuran Dampak Sistemik Bersifat Situasional
Dampak sistemik bisa diakibatkan banyak hal, internal maupun eksternal. Hal internal adalah masalah di dalam lembaga bank itu sendiri. Sedangkan eksternal bisa berupa bencana alam, krisis keuangan global maupun serangan teroris. Ini menyebabkan dampak sistemik sulit ditentukan batasannya. Suatu lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada situasi berbeda. Perlu professional judgement untuk memutuskan hal tersebut.
Namun, dalam melakukan penilaian dampak sistemik, Bank Indonesia mencoba mengadaptasi sistem penilaian berdasarkan framework MoU Uni Eropa. Framework tersebut melakukan penilaian dampak sistemik dari aspek sistem aspek sistem keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran dan sektor riil.
Selain aspek di atas, Bank Indonesia juga menambahkan satu aspek lagi yaitu aspek psikologi pasar. Penambahan aspek psikologi pasar ini ditambahkan karena merujuk pengalaman Indonesia pada krisis 1997-1998 lalu sehingga perlu dimasukkan untuk mencegah krisis serupa terulang. Pada masa itu, penutupan 16 bank yang hanya menguasai 2,3% dari total aset perbankan berdampak psikologis negatif bagi pasar keuangan. Ini berujung pada penarikan besar-besaran dana nasabah di bank-bank lain sehingga mengakibatkan krisis perbankan dan merambah pada krisis keuangan dan sektor lainnya.
Kronologis penanganan Bank Century
Secara umum tahapan penanganan Bank Century dilakukan dalam 3 episode dengan menggunakan regime undang-undang yang pada masing-masing tahapan. Tahap-tahap penanganan Bank Century sesuai dengan ketentuan yang berlaku, adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 13 November 2008, untuk pertama kalinya Menteri Keuangan mengetahui kesulitan likuiditas Bank Century setelah BI meminta dilakukan rapat konsultasi dengan Menteri Keuangan. Rapat dilakukan melalui teleconference karena pada waktu itu Dewan Gubernur BI berada di Jakarta, sementara Menteri Keuangan berada di Washington DC untuk menghadiri pertemuan Pimpinan G20 membahas upaya bersama menghadapi krisis keuangan global. Dalam rapat tersebut BI menyampaikan kondisi keuangan BC yang terus memburuk.
Selanjutnya, tanggal 14 November 2008, Menteri Keuangan melaporkan secara lisan kepada Presiden hasil rapat teleconference dengan BI tersebut. Disamping itu juga dilaporkan kondisi ketidakstabilan keuangan global dengan tekanan terhadap sistem keuangan nasional. Kesulitan likuiditas Bank Century terjadi pada saat kepercayaan dan tekanan terhadap sistem keuangan dan perbankan nasional sedang dalam kondisi genting. Setelah mendapatkan laporan itu, Menteri Keuangan diinstruksikan oleh Presiden untuk kembali ke Indonesia setelah pertemuan G20 untuk menangani kondisi perekonomian dan sistem keuangan nasional yang sedang mendapatkan tekanan.
Pertanyaan yang muncul di publik:
Apakah benar pada saat Menteri Keuangan melapor kepada Presiden di Washington DC, Presiden dan bahkan disebutkan Ibu Negara secara khusus menginstruksikan kepada Menteri Keuangan agar menyelamatkan Bank Century?
Hal tersebut sama sekali tidak benar. Yang terjadi sebenarnya adalah Presiden memahami kondisi sistem keuangan yang terjadi di Indonesia dan meminta Menteri Keuangan kembali ke Indonesia lebih awal dari jadwal yang seharusnya, untuk mengambil kebijakan yang diperlukan demi menjaga stabilitas sistem keuangan, bukan untuk menyelamatkan Bank Century.
Kemudian BI meminta rapat konsultasi pertama secara langsung dengan Menkeu pada 17 November 2008, dengan agenda utama adalah membahas perkembangan kondisi Bank Century. Selain Gubernur BI dan Menkeu, rapat juga dihadiri oleh Dewan Gubernur BI. Pada 18 November 2008, diadakan rapat kembali untuk membahas perkembangan masalah Bank Century.
Dalam rapat tersebut, BI mengindikasikan perlunya Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) bagi Bank Century. BI juga menyertakan analisis kondisi perbankan bahwa terdapat 23 peer bank yang berpotensi mengalami kesulitan keuangan (likuiditas dan solvabilitas) jika Bank Century ditutup.
Pada 19 November 2008, rapat kembali diselenggarakan antara Depkeu dengan BI. Dalam pertemuan tersebut BI mempresentasikan kondisi industri perbankan yang mengalami tekanan likuiditas dan penurunan kepercayaan. BI juga menyampaikan Analisis Risiko Sistemik Sistem Perbankan Indonesia.
Kondisi kesehatan keuangan Bank Century ternyata terus memburuk. Tanggal 20 November 2008, rapat Dewan Gubernur (RDG) BI akhirnya menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Pada tanggal tersebut BI menginformasikan perkembangan kondisi Bank Century dan meminta KSSK mengadakan rapat pada hari itu juga karena BI sudah mendeteksi Bank Century akan mengalami kalah kliring dan default pada tanggal 21 November 2009, yang dapat mengancam seluruh sistem pembayaran dan stabilitas perbankan nasional.(detikNews)
- Buku Putih Kasus Century (1) Krisis Ekonomi Global dan Kondisi Perekonomian Domestik
- Buku Putih Kasus Century (2) Respons Global & Respons Pemerintah Indonesia
- Buku Putih Kasus Century (3) KSSK dan Pengertian Dampak Sistemik
- Buku Putih Kasus Century (4) Indikator Bank Berdampak Sistemik & Kronologi Penanganan Bank Centur
- Buku Putih Kasus Century (5) Rapat KSSK 20-21 November 2008
- Buku Putih Kasus Century (6) Landasan Hukum dari Kebijakan
- Buku Putih Kasus Century (7) Peran Institusi dalam Penanganan Bank Century
- Peneriak "Tangkap Maling Century" Dibebaskan
- Sri Mulyani dan Tasbih Hitam
- Boediono: Tak Wajib Laporkan Century ke Wapres JK
- Dibawa ke Polda, Peneriak 'Boediono Maling' Minta Istrinya Dijaga
- Teriak 'Boediono Maling', Pria Botak Dibawa ke Pos Pamdal
- Ada Teriakan 'Boediono Maling', Rapat Pansus Ricuh
- Dicecar Pansus Century, Boediono Sedih
- Ada Perbedaan Data, Budi Rochadi Merasa Dibandingkan dengan Robert Tantular
- Boediono Akui BI Berikan Masukan Perpu JPSK
- Pernyataan Sri Mulyani Soal Bailout Untungkan Rakyat Dipertanyakan
- Sri Mulyani Terlihat Lelah, Rapat Pansus Century Ditutup
- Robert: Kalau Saya Tidak Ditahan Akan Lain
http://bekasijakarta.blogspot.com/
0 comments:
Post a Comment