Custom Search

Buku Putih Kasus Century (7) Peran Institusi dalam Penanganan Bank Century

BEKASI-JAKARTA

Terdapat tiga lembaga utama yang berperan dalam proses penanganan Bank Century yaitu Bank Indonesia, KSSK, dan LPS.

Bank Indonesia (BI):
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang diubah dengan undang-undang no.3 tahun 2004 maka BI memiliki fungsi pengawasan sepenuhnya dan independen terhadap bank-bank yang ada di Indonesia. Dalam fungsi ini melekat kewenangan yang dimiliki BI untuk merekomendasikan rapat kepada KSSK jika menemukan bank yang mengalami kesulitan keuangan (kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas) dan ditenggarai berdampak sistemik. Hal ini diatur dalam Perppu JPSK (Perppu Nomor 4 Tahun 2008) yang berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
Berdasarkan Perppu JPSK, yang dimaksud KSSK adalah Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota dan Gubernur BI sebagai anggota. KSSK berfungsi menetapkan kebijakan dalam pencegahan dan penanganan krisis. Keputusan rapat dalam KSSK diusahakan dengan suara mufakat namun jika tidak mufakat, ketua KSSK berhak mengambil keputusan secara mandiri. Dalam pasal 20 dijelaskan kewenangan KSSK untuk mengambil tindakan penanganan krisis dan tidak disebut keharusan ketua KSSK untuk meminta izin dari Presiden RI maupun Wapres RI dalam pengambilan keputusan.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
LPS didirikan berdasarkan UU No 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang berfungsi menjamin simpanan nasabah bank (dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito dan tabungan). LPS harus aktif memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Untuk itu, LPS berwenang menetapkan dan memungut premi penjaminan dari bank-bank (yang dikumpulkan menjadi dana LPS) dan menangani bank gagal.

Pasal 37 menyatakan bahwa LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan bank gagal setelah pemegang saham lama melakukan penyertaan modal. Biaya itu akan masuk dalam penyertaan modal sementara LPS kepada bank.

Kekayaan LPS dan Penyertaan Modal Sementara pada Bank Century
Kekayaan LPS pada pertengahan November 2008 lalu berkisar senilai Rp 14 triliun. Kekayaan LPS tersebut terdiri atas sebesar Rp 10 triliun yang berasal dari premi bank-bank yang dijamin LPS dan Rp 4 triliun yang berasal dari modal awal pemerintah dan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Dana LPS untuk menangani Bank Gagal dari premi dan bukan dana APBN yang disetor sebagai modal awal pada tahun 2004. LPS tidak membutuhkan izin DPR untuk menggunakan dananya dalam rangka penanganan Bank Gagal.

Berdasarkan Pengumuman LPS Nomor Peng.005/KE/XII/2009 tentang Langkah-Langkah Penanganan PT Bank Century, Tbk oleh LPS dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

Dalam rangka penanganan Bank Century, LPS telah menyetor biaya penanganan yang merupakan Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS pada Bank Century dengan total sebesar Rp6,76 triliun untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.

Biaya penanganan tersebut merupakan tambahan modal Bank Century yang disetorkan secara tunai sebesar Rp5,31 triliun dan dalam bentuk penyerahan Surat Utang Negara senilai Rp1,45 triliun. Dalam rangka memastikan adanya akuntabilitas yang memadai, penetapan biaya penanganan dilakukan dalam 4 tahap yang merupakan satu kesatuan yang didasarkan pada data/assessment dari Bank Indonesia dan Kantor Akuntan Publik (KAP).

Penetapan biaya penanganan dilakukan pada tanggal 23 November 2008 sebesar Rp2,77 triliun, tanggal 5 Desember 2008 sebesar Rp2,20 triliun, tanggal 3 Februari 2009 sebesar Rp1,16 triliun, dan tanggal 21 Juli 2009 sebesar Rp630 miliar.

Sumber dana untuk PMS berasal dari kekayaan LPS yang sampai akhir bulan Oktober 2009 berjumlah Rp18 triliun, termasuk PMS pada Bank Century sebesar Rp6,76 triliun. Kekayaan tersebut terutama berasal dari modal awal sebesar Rp4 triliun, penerimaan premi dari bank peserta penjaminan selama 4 tahun sebesar Rp12,9 triliun dan hasil investasi Surat Utang Negara/Sertifikat Bank Indonesia. Dengan demikian, PMS tersebut dapat tertutupi dari premi yang diterima.

Pertanyaan yang muncul terkait Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tentang masalah Bank Century:
Apakah dalam penanganan/bail-out Bank Century (BC) terdapat unsur Kerugian Negara?
Hal tersebut tidak benar.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dana yang dikucurkan ke BC bukan berasal dari APBN, melainkan berasal dari LPS. Sampai akhir September 2009 total kekayaan LPS mencapai Rp18 T, termasuk modal awal Pemerintah sebesar Rp. 4 T. Penanganan BC yang berjumlah Rp6,76 T adalah seluruhnya berasal dari kekayaan LPS dalam bentuk penyertaan modal sementara (PMS) di Bank Century. Jadi dalam penanganan BC tersebut belum ada modal awal Pemerintah, atau dengan kata lain dana APBN yang digunakan.

Sesuai dengan pasal 2 UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka kekayaan negara yang dipisahkan/ditanamkan pada LPS masuk dalam lingkup keuangan negara namun aktiva dan kewajiban bukan merupakan aset negara maupun hutang negara. Penyertaan modal Pemerintah dalam LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan yang pengelolaannya tunduk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang LPS dan pengolalaannya tidak tunduk pada administrasi keuangan negara.

Uang yang dikeluarkan oleh LPS dalam menangani BC dalam bentuk penyertaan modal sementara tidak masuk dalam pengertian pengeluaran negara dan tidak ada kerugian negara yang terjadi.

Dalam Perppu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), KSSK berkewajiban menangani masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas bank yang berdampak sistemik dengan alternatif:

Pemberian FPD (Fasilitas Pendanaan Darurat) oleh Bank Indonesia yang dananya dibiayai APBN. Penyelesaian penanganan bank gagal berdampak sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan (dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara atau PMS)

Dalam penanganan BC, KSSK mengambil langkah penyelesaian tidak dengan pemberian FPD (dana APBN) tetapi melalui dana LPS (dalam bentuk PMS).

Pertanyaan lain yang muncul di publik:
Bahwa dana Penyertaan Modal Sementara LPS pada Bank Century dialirkan kepada nasabah besar yang merupakan penyumbang kampanye partai Demokrat dan Tim pemenangan Pilpres SBY-Boediono. Hal tersebut sama sekali tidak benar.

Yang sebenarnya terjadi adalah adanya penarikan dana oleh nasabah individu, korporasi swasta dan BUMN yang memang merupakan hak mereka selaku nasabah. Kalaupun ternyata ada aliran dana ke partai atau bank lain, itu adalah hak masing-masing individu yang memiliki dana tersebut. Bahwa dana PMS digunakan untuk membayar nasabah besar saja, sementara nasabah kecil tidak dibayar.

Hal tersebut sama sekali tidak benar, karena penarikan dana nasabah dilakukan oleh nasabah individu, korporasi dan BUMN. (detikNews)



http://bekasijakarta.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment

 
Custom Search