Custom Search

Buku Putih Kasus Century (2) Respons Global & Respons Pemerintah Indonesia

BEKASI-JAKARTA


Saat terjadinya kejatuhan ekonomi di pertengahan 2008, semua pemerintahan dan bank sentral di Amerika, Eropa maupun Asia melakukan berbagai upaya penyelamatan perekonomian negara mereka. Upaya itu bertumpu pada empat tindakan utama yaitu pemberian likuiditas, tindakan bail-out (penyelamatan) berbagai lembaga keuangan, menurunkan tingkat suku bunga dan memberi stimulus fiskal.

Bank sentral di Eropa melakukan pemangkasan suku bunga mengikuti langkah Bank Sentral AS. Sebelumnya, Bank of Australia, Sveriges Riksbank, Denmarks National Bank dan Norges Bank sudah membuka . Pemerintah Irlandia juga melakukan penjaminan terhadap deposito di enam bank besar di Irlandia.

Kebijakan nyata terkait dengan krisis perbankan di Eropa juga ditunjukkan dengan nasionalisasi bank Northen Rock dan beberapa bank di Inggris. Upaya penyelamatan juga dilakukan oleh negara-negara di Asia. Bank Sentral China contohnya, pada 8 Oktober 2008, mengikuti langkah Bank Sentral AS, memangkas tingkat suku bunga. Pemerintah China juga meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai 4 triliun yuan (586 miliar dolar AS) pada 10 November 2008.

Kesadaran atas gentingnya kondisi perekonomian dunia pada saat itu mendorong para pemimpin dunia mengadakan pertemuan G-20 pada tanggal 13-15 November 2008 (yang juga dihadiri Presiden dan Menkeu RI) untuk membahas langkah-langkah penanganan krisis global. Menteri Keuangan diundang secara khusus karena kebijakan-kebijakan market friendly yang digulirkan menyebabkan daya tahan ekonominya yang jauh lebih baik dari negara-negara lain di dunia saat ini.

Namun di sisi lain, Indonesia juga berpotensi mengalami capital flight yang lebih besar dari para deposan bank karena tidak adanya sistem penjaminan penuh (full guarantee) di Indonesia seperti yang sudah diterapkan di Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Hong Kong, Taiwan dan Korea, disamping Uni Eropa.

Pertanyaan yang muncul terkait Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tentang masalah Bank Century(BC):

Dalam menetapkan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik, selain berdasarkan data dan informasi dari Bank Indonesia tentang kondisi BC, KSSK juga mempertimbangkan data makro tentang perkembangan situasi dan kondisi krisis keuangan dunia serta indikator ekonomi dan keuangan nasional.

BPK dalam laporannya menyatakan bahwa KSSK tidak mempunyai kriteria terukur dalam menetapkan BC sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Apakah BPK telah membuat kriteria terukur terkait dengan penetapan suatu bank yang berdampak sistemik?

BPK tidak secara seimbang mengungkap adanya dasar pertimbangan lain dalam memutuskan bail-out Bank Century yaitu situasi dan kondisi makro ekonomi dan keuangan nasional serta internasional.

BPK tidak menggunakan atau mempertimbangkan data kondisi ekonomi makro saat itu untuk memastikan apakah kondisi BC bisa berdampak sistemik atau tidak. Dalam laporan pemeriksaan BPK, lebih banyak menekankan pada kondisi keuangan internal Bank Century dan tidak mengkaitkan dengan situasi kondisi ekonomi makro dunia yang saat ini sedang mengalami krisis.

Terkait keputusan KSSK untuk menyelamatkan BC, Menteri Keuangan mengandalkan data dari Bank Indonesia selaku lembaga independen yang mempunyai otoritas dan kapasitas untuk melakukan analisa dan pengawasan perbankan secara keseluruhan. Hal ini disampaikan melalui surat Gubernur Bank Indonesia nomor 10/232/GB/2009 beserta dokumen pendukungnya dan penjelasan-penjelasan dalam rapat KSSK.

Selain itu, dalam rangka melengkapi informasi untuk mengambil keputusan, Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK juga mempertimbangkan keadaan perekonomian secara makro baik dalam dunia global maupun nasional, dengan beberapa indikasi sebagaimana telah dijabarkan di atas pada bagian Krisis Ekonomi Global, Kondisi Perekonomian Domestik, dan Respon Global dan Negara Tetangga.

Respons Pemerintah Indonesia

Menyadari biaya yang dikeluarkan Pemerintah di Amerika Serikat dan beberapa negara di Amerika Latin, Eropa, Cina dan Jepang serta beberapa negara di Asean yang semakin mengkhawatirkan dan sudah di luar batas-batas rasional berdasarkan kapasitas keuangan dari negara-negara tersebut, Menteri Keuangan beserta Gubernur Bank Indonesia melakukan langkah-langkah yang komprehensif dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan persuasif maupun regulatif.

Itu semata-mata merupakan panggilan yang mulia sebagai penjaga terdepan dalam pengawasan sistem keuangan nasional demi mencegah terjadinya biaya sosial dan ekonomi yang irasional yang harus ditanggung negara.

Sehubungan dengan upaya menghadapi ancaman krisis keuangan yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional atau menghadapi krisis keuangan, tentu saja perlu ditetapkan suatu landasan hukum yang kuat dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Proses penyusunan landasan hukum dimaksud dimulai jauh sebelum terjadinya krisis tahun 2008.

Untuk mengantisipasi ancaman krisis keuangan global, Pemerintah menyiapkan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), Perppu Perubahan UU Bank Indonesia, dan Perppu Perubahan UU LPS sejak awal 2008. Ketiga Perppu tersebut ditetapkan pada bulan Oktober 2008, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 2008 Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

JPSK diamanatkan dalam Undang-undang No 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. JPSK bertujuan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui pencegahan dan penanganan krisis dengan ruang lingkup bukan hanya meliputi perbankan saja, tetapi juga menyangkut Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan sistem keuangan nasional.(detikNews)



http://bekasijakarta.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment

 
Custom Search