BEKASI-JAKARTA
Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menilai putusan terhadap Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik melalui surat elektronika (email) terhadap manajemen RS Omni Internasional, Tangerang, Banten, dianggap sudah tepat."Hakim memutuskan dalam perkara Prita sudah tepat dengan mempertimbangkan hati nurani," kata Komisioner Pemetaan dan Penyelidikan Komnas HAM, Nurkholis di Tangerang, Selasa.
Dia mengatakan, hakim telah memutuskan perkara dengan mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya aspirasi yang berkembang pada masyarakat.
Demikian pula hakim tidak terpaku pada pertimbangan hukum secara kaku melainkan juga memperhitungkan rasa keadilan masyarakat.
Pernyataan tersebut terkait, majelis hakim PN Tangerang, Banten yang diketuai Arthur Hangewa telah menjatuh vonis bebas terhadap Prita Mulyasari pada sidang yang digelar, Rabu.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Riyadi dan Rahmawati Utami sebelumnya menyerat Prita dengan tuntutan hukuman enam bulan penjara.
Prita pernah mendekam dipenjara LP Wanita Tangerang selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni setelah mengirimkan e-mail kepada rekannya berisikan keluhan akibat buruknya pelayanan.
Manajemen RS Omni melalui dr. Grace Hilda dan dr. Hengky Gozal akhirnya mengadu ke Polda Metro Jaya dan akibatnya Prita diperiksa oleh penyidik dan ditetapkan sebagai terdakwa.
Prita dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310 KUHP pencemaran nama baik dan pasal 311 KUHP, dan jaksa Riyadi menuntut penjara enam bulan kurungan.
Ibu dua putra itu juga digugat secara perdata sehingga hakim PN Tangerang memutuskan menghukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp314,3 juta dan harus membuat permohonan maaf pada dua koran nasional untuk sekali penerbitan.
Namun terhadap putusan PN Tangerang itu, kuasa hukum Prita mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten tanggal 5 Juni 2009.
Setelah itu PT Banten memutuskan memperkuat putusan PN Tangerang agar Prita membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta serta diharuskan membuat iklan permohonan maaf pada surat kabar nasional.
Nurkholis mengatakan, pada prinsipnya, bahwa jangan lagi ada hukuman penjara bagi warga yang ingin menyampaikan pendapat dan berbicara untuk kepentingan umum harus berujung di balik jeruji besi.
Bila seseorang menyampaikan pendapat, dia menambahkan, apalagi menyangkut keluhan terhadap suatu pelayanan di RS maka sebaiknya dilakukan secara musyawarah, bukan melalui jalur hukum.(ANTARA)
0 comments:
Post a Comment