BEKASI-JAKARTA
Sejak heboh penemuan arca peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dihargai sangat tinggi, aktivitas perburuan harta karun makin ramai. Para penyelam yang rata-rata warga Lorong Gumarang Kelurahan Karanganyar bertaruh nyawa berharap dapat mengubah hidupnya. Menyelam sampai ke dasar sungai di kedalaman 15 meter dengan peralatan seadanya bukanlah hal yang mudah.Ujang, pimpinan kelompok penyelam mengatakan, satu-satunya alat komunikasi antara dia dengan rekan di perahu adalah seutas tali yang meregang kencang karena arus. Jika ada masalah, penyelam menarik tali itu sebagai kode.
Dengan tali ini, penyelam mengirim harta karun kepada kawan-kawannya. Penyelam harus mengisi karung beras dengan pasir dasar sungai. “Saya tak melihat apa pun di bawah sana karena gelap. Cuma meraba-raba. Kadang tak sadar kalau tangan penuh luka kena pecahan kaca. Setelah naik perahu, baru terasa perih,” ujar Ujang.
Suhu air yang dingin, oksigen tipis, dan bekerja dalam suasana gelap tak menyurutkan tekad para penyelam tradisional. Padahal pekerjaan yang mereka geluti juga membutuhkan modal yang tergolong besar.
Satu perahu harganya Rp 3 juta sampai Rp 7 juta. Ada yang pakai dua perahu digandeng jadi satu. Kompresor suplai oksigen berikut selang 40 meter untuk menyelam harganya Rp 800.000 sampai Rp 1,5 juta.
Perlengkapan lainnya alat bantu masker penghubung oksigen, harganya Rp 450.000-Rp 800.000. Barang ini sulit ditemukan karena tidak dijual di toko, tetapi diperoleh dari awak kapal di Pelabuhan 35 Ilir. Ditambah biaya untuk solar sekitar 5 liter sehari dan ongkos makan minum.
Menurut Arifin, belum ada lagi kabar penemuan harta karun sungai Musi. Namun, para penyelam yang berasal dari Kampung Lorong Gumarang di Kelurahan Karanganyar sangat banyak.
Maklum, di kampung inilah Bana (38), mantan buruh bangunan, tiba-tiba menjadi miliarder dalam sekejap karena menemukan arca seharga Rp 3 miliar. "Sejak penemuan itulah, warga ramai-ramai beralih profesi menjadi penyelam tradisional. Sebelumnya, ya profesi mereka buruh bangunan," kata Ibrahim, Ketua RT 16.
Permukiman penduduk di kawasan ini banyak dihuni warga dengan ekonomi menengah bawah. Mereka tinggal di rumah panggung kayu yang jauh dari kesan bagus. Hanya ada satu atau dua rumah yang bagus di antara rumah Bana.
Rumah bercat hijau dan kuning beda dengan papan rumah warga kebanyakan yang tak bercat. Warga setempat kagum dengan rumah itu. Mereka menyebut satu kaca patri yang terpasang di jendela lantai satu dan dua rumah berharga Rp 1 juta.
Di dalam rumah, barang-barang mahal yang masih baru belum tertata dengan baik. Salah satunya televisi layar datar berukuran 32 inci merek terkenal. Beberapa tukang masih bekerja menyelesaikan pembangunan rumah itu.
Sayang, Bana tak dapat ditemui. Hanya ada istrinya, Mar. Menurut dia, renovasi besar-besaran rumah yang sudah ditempati sejak puluhan tahun itu dilakukan dua bulan lalu.
“Tapi bukan karena dapat arca seperti diberitakan koran. Suami saya ada pekerjaan sampingan, seperti jaga malam. Kadang ada orang yang mau bangun rumah minta dicarikan koral dan pasir,” katanya.
0 comments:
Post a Comment